Kamis, 15 Desember 2011

Millennium Development Goals

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pembangunan ekonomi di negara-negara yang berkembang khususnya Indonesia masih menghadapi berbagai kenyataan yang menjadi penghambat. Seiring dengan proses perkembangan sejarah peradaban manusia, telah terjadi pola hubungan yang dinamis secara idiologi, Politik, Kepentingan, Kompetiti dan Solidarity yang semu, sesuai dengan fenomena era yang berlangsung, hal ini terjadi antara satu manusia dengan manusia lainnya, maupun antara kelompok manusia dengan negara, hingga antar negara atau kelompok negara dan benua. Kerasnya persaingan dan kepentingan menghasilkan derita dan kesengsaraan bagi yang tak berdaya dalam menghadapi kekuasaan kelompok yang mempunyai sumber daya yang tangguh, sehingga penyimpangan sosial dan penindasan tetap saja berlangsung dalam berbagai macam wujud dalam bentuk konflik yang masih saja terulangi. Di akhir abad ke-20, situasi dunia secara umum ditandai oleh dua situasi;  Pertama, ledakan pertumbuhan jumlah penduduk dunia, dengan rata-rata negara maju sebesar 0,2 persen per tahun, sedangkan negara-negara berkembang dan tertinggal berkisar 1,8 persen per tahun (UNFPA). Rendahnya kualitas kesejahteraan masyarakat, kemiskinan, krisis pangan dan air bersih, wabah penyakit, hutang, kerusakan lingkungan hidup, pelanggaran HAM dan Sejumlah kasus lainnya terjadi. Hal tersebut dialami oleh seluruh penduduk di berbagai belahan dunia. Penderitaan dan kesengsaraan tidak hanya dialami oleh penduduk negara-negara yang memang miskin sumber daya alam, tetapi juga oleh negara-negara yang kaya akan sumber daya alam.
Berbicara tentang kemiskinan, pada dasarnya dapat didefinisikan secara sederhanan maupun arti luas. Dalam pengertian yang sederhana kemiskinan dapat diterangkan sebagai kurangnya pemilikan materi atau ketidakcukupan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan masih berkaitan erat dengan rendahnya pendapatan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Pada umumnya di negara berkembang masalah rendahnya pendapatan dan kemiskinan merupakan masalah utama dalam pembangunan ekonomi.
Hal lain yang menghambat pembangunan ekonomi adalah masalah mengenai pendidikan. Dalam hal ini penyebabnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan terutama mengenai pandangan sempit mereka yang menyatakan bahwa pendidikan bukanlah segalanya dan hal ini menyebabkan mereka mengalami krisis motivasi dan keinginan akan kebutuhan pendidikan yang berujung pada rendahnya kualitas dan kuantitias pendidikan di tingkat masyarakat. Selain hal itu, masalah ini juga disebabkan oleh terisolasinya masyarakat miskin baik terhadap dunia luar maupun terhadap akses-akses yang seharusnya mereka nikmati sebagai fasilitas negara terutama akses akan sumber daya terlebih pendidikan, sehingga berdampak pada pertumbuhan dan kemajuan masyarakat misikin menjadi relatif lambat.
Semua masalah diatas menjadi target Millennium Development Goals yang merupakan gerakan pembangunan yang telah disepakati oleh dunia. Millennium Development Goals merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang akan diangkat dan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimanakah proses pencapaian dan hasil dari Millennium Development Goals yang dipergunakan di Indonesia.

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan yang diinginkan dalam penulisan makalah ini adalah
1.      Mengetahui pengertian Millennium Development Goals.
2.      Mengetahui sejarah diadakannya program Millenium Development Goals.
3.      Mengetahui bagaimana proses pencapaian dan hasil dari program Millennium Development Goals di Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Latar Belakang Millenium Development Goals
Millenium Development Goals (MDGs) asalnya dibentuk oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan dipromosikan setelah adanya komitmen tulus yang datang dari 187 negara termasuk 147 anggota pemimpin negara dari Persatuan Bangsa Bangsa dan 23 organisasi international untuk membebaskan seluruh umat manusia dari kemiskinan ekstrim dalam Millenium Summit tahun 2000. Millennium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.
Pada tahun September 2000, di awal pergantian abad 20 ke abad 21 yang disebut sebagai era milenium, 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Indonesia menghadiri Sidang Majelis Umum PBB. Pertemuan ini bertujuan untuk mendiskusikan berbagai permasalahan dan kerjasama internasional untuk memajukan peran bangsabangsa dengan target dan indikator yang jelas. Pertemuan ini menghasilkan komitmen untuk menjawab berbagai tantangan di era milenium, serta menetapkan langkah konkrit melalui tujuan, target dan indikator yang ditetapkan dari tahun 1990 hingga tahun 2015. Kesepakatan lain Millenium Development Goals (MDGs) adalah mengharuskan negara maju untuk menyisihkan 0,7 persen dari PDB (produk domestik bruto) mereka untuk membantu negara-negara miskin di seluruh dunia. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan ekonomi yang terjadi antara negara maju dan negara dunia ketiga, atau antara negara utara dan negara selatan.
Lahirnya Deklarasi Milenium merupakan buah perjuangan panjang negara-negara berkembang dan sebagian negara maju. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia, yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi, dan kebebasan fundamental dalam satu paket. Negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi MDGs. Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target berikut indikatornya. MDGs menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan serta memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang terukur. MDGs didasarkan atas konsensus dan kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut.
Dikotomi orientasi pembangunan antara pertumbuhan dan pemerataan, sebagaimana diketahui, sudah berlangsung sejak lama. Akan tetapi berbagai kajian ilmiah membuktikan bahwa pembangunan yang menekankan pada pemerataan lebih berdampak positif. Nilai positif ini setidaknya dapat dilihat dari dua aspek yaitu: Pertama, bahwa orientasi pembangunan yang menekankan pada pemerataan akan mengangkat kesejahteraan penduduk secara lebih luas. Dengan begitu, lebih banyak penduduk yang dapat menikmati hasil pembangunan. Kedua, secara timbal balik, karena semakin banyaknya penduduk yang kesejahteraannya meningkat, pada gilirannya akan lebih banyak lagi sumberdaya manusia yang dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan demikian keberlanjutan pembangunan menjadi lebih pasti. Sebaliknya orientasi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan akan lebih menghasilkan kesenjangan dalam masyarakat.
Pada dekade 1980-an banyak kelompok studi yang mendiskusikan orientasi pembangunan “Growth” versus “Development” tersebut. Salah satu yang dapat disebutkan di sini adalah “Club of Rome”, kelompok yang kemudian mengemukakan argumen tentang “Limit to Growth”. Selanjutnya pada dekade 1990-an, PBB membawa isu orientasi pembangunan yang mengarah pada kesejahteraan umat manusia tersebut (development) ke dalam pembahasan, diskusi, serta kesepakatan antarnegara. Tahun 1992, misalnya, diselenggarakan KTT Bumi di Rio de Janeiro. Tahun 1994 digelar pula Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo. Tahun 1995, ganti Konferensi Gender dan Pemberdayaan Perempuan dilaksanakan, berikut beberapa konferensi lainnya yang sejalan setelah itu. Puncak dari upaya mengedepankan pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan umat manusia, baik untuk generasi saat ini maupun generasi mendatang, adalah lahirnya kesepakatan kepala negara dan kepala pemerintahan 189 negara mengenai Deklarasi Milenium. Deklarasi ini berisi kesepakatan negara-negara tentang arah pembangunan berikut sasaran-sasarannya yang perlu diwujudkan.


B.     Millennium Development Goals di Indonesia
Perkembangan pencapaian MDGs sesungguhnya bukanlah hal yang baru bagi Indonesia. Sebagai sebuah bentuk orientasi pembangunan, MDGs dalam tataran implementasi sesungguhnya telah dipraktekkan oleh Pemerintah Indonesia sejak masa Pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid hingga Presiden Megawati Sukarnoputri, dalam berbagai bentuk kebijakan dan program yang sesuai dengan kondisi masa itu. Pada masa Presiden Soekarno, misalnya, Pemerintah menerbitkan dokumen perencanaan pembangunan yang diberi nama Garis-garis Besar Rencana Pembangunan Lima Tahun 1956-1960 dan Pokok-pokok Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahun 1961-1969.
Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun 2015 merupakan tantangan tantangan utama dalam pembangunan diseluruh dunia. Tantangan-tantangan ini sendiri diambil dari seluruh tindakan dan target yang dijabarkan dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000.
Pada September 2000, Pemerintah Indonesia, bersama-sama dengan 189 negara lain, berkumpul untuk menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York dan menandatangani Deklarasi Milenium. Deklarasi berisi sebagai komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.
MDGs dapat dikatakan sudah menjadi kebenaran umum yang tidak perlu lagi dipertanyakan kebenarannya. Dia adalah misi penting yang harus diemban semua aktor pembangunan, baik itu negara maupun lembaga donor internasional. MDGs dengan demikian adalah satu set tujuan pembangunan yang menjadi keharusan untuk dicapai dan diusahakan bersama. MDGs dikatakan sebagai satu set tujuan pembangunan karena MDGs memang berisi delapan target pembangunan yang harus dicapai oleh negaranegara yang menyepakatinya pada tahun 2015. Delapan target pembangunan tersebut bisa dituliskan sebagai berikut:
1.      Menghapus kemiskinan dan kelaparan penduduk dunia
Pada tahun 2015, jumlah penduduk dunia yang mengkonsumsi kurang dari US$ 1 setiap harinya harus bisa dikurangi samapi 50%. Pada tahun yang sama, kelaparan yang melanda penduduk dunia juga diharapkan dapat dihapuskan.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
·         Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
·         Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
·         Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
·         penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
·         penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
·         penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
·         penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
·         penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

Kelaparan adalah suatu kondisi di mana tubuh masih membutuhkan makanan, biasanya saat perut telah kosong baik dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk waktu yang cukup lama. Kelaparan adalah bentuk ekstrim dari nafsu makan normal. Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada kondisi kekurangan gizi yang dialami sekelompok orang dalam jumlah besar untuk jangka waktu yang relatif lama, biasanya karena kemiskinan, konflik politik, maupun kekeringan cuaca. Bencana kelaparan di Indonesia yang terbaru dilaporkan terjadi pada Desember 2005 di Kabupaten Yahukimo, Papua.

2.      Mencapai level pendidikan dasar universal
Semua penduduk di dunia, khususnya anak-anak, laki-laki maupun perempuan, harus mendapatkan pendidikan dasar. Target tersebut harus dicapai pada tahun 2015.
Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak. Pendidikan dasar menjadi dasar bagi jenjang pendidikan menengah. Periode pendidikan dasar ini adalah selama 6 tahun. Di akhir masa pendidikan dasar, para siswa diharuskan mengikuti dan lulus dari Ujian Nasional (UN). Kelulusan UN menjadi syarat untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat selanjutnya (SMP/MTs).

3.      Memberdayakan wanita dan mempromosikan kesetaraan gender
Kesenjangan pendidikan pada tingkat dasar dan menengah antara laki-laki dan perempuan harus dihilangkan pada tahun 2015.

4.      Mengurangi kematian anak
Mengurangi dua per tiga angka kematian balita dibawah 5 tahun.

5.      Memperbaiki kesehatan kandungan
Mengurangi tiga per empat angka kematian ibu yang sedang mengandung dan melahirkan.

6.      Memperbaiki tingkat kesehatan penduduk dunia
Menghentikan penyebaran HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit utama yang lain pada tahun 2015. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

7.      Menjaga keseimbangan lingkungan hidup global
Target:
þ  Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan.
þ  Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat.
þ  Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.

8.      Membangun kerja sama global untuk pembangunan
Seluruh negara-negara di dunia harus berkomitmen untuk penyebaran demokrasi, good governance, dan pengurangan kemiskinan.
Target:
þ  Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional.
þ  Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan -kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.
þ  Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara berkembang.
þ  Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang.
þ  Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda.
þ  Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam negara berkembang.
þ  Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

Dari delapan target tersebut, MDGs nampak sebagai target pembangunan yang wajar dan tidak problematis. Bahkan sudah menjadi kewajaran ketika hampir seluruh negara di dunia menyepakatinya. Juga bukan merupakan masalah ketika semua lembaga donor internasional seperti Bank Dunia dan IMF berniat membantu negara-negara tersebut mencapai taget MDGs. Tetapi kedelapan target tersebut bukan merupakan bagian yang paling penting dalam MDGs. Kedelapan target tersebut adalah janji pembangunan. Dan semua model pembangunan mempunyai janji yang kurang lebih sama. Tidak ada perbedaan signifikan antara janji pembangunan pada masa awal kemunculannya dengan janji pembangunan selanjutnya, termasuk di dalamnya janji MDGs. Bagian paling penting dalam pembangunan adalah bagaimana tujuan pembangunan dapat dicapai. Atau dengan kata lain, cara apa yang paling tepat untuk dapat mencapai tujuan pembangunan yang sudah ditetapkan. Dalam MDGs, cara-cara untuk mencapai MDGs ditulis secara resmi dalam laporan yang berjudul Investing in Development: A Practical Plans to Achieve the Millenium Development Goals. Laporan ini ditulis oleh sebuah tim bernama United Nations Millenium Project. Tim ini dibentuk pada tahun 2003 dan diketuai oleh Jeffrey D. Sachs. Laporan ini selesai ditulis pada tahun 2005 dan disepakati sebagai panduan umum pembangunan untuk mencapai MDGs pada tahun yang sama, ketika 189 negara yang menyepakati MDGs kembali bertemu dalam World Summit. Selain Investing in Development, cara-cara untuk mencapai MDGs juga banyak ditulis dalam laporan-laporan lembaga donor internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan juga Asian Development Bank.

C.    Sasaran Pembangunan Milenium Indonesia
Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan membuat laporan MDGs. Pemerintah Indonesia melaksanakannya dibawah koordinasi Bappenas dibantu dengan Kelompok Kerja PBB dan telah menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan rasa kepemilikan pemerintah Indonesia atas laporan tersebut. Laporan Sasaran Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah untuk menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian sasaran MDGs, mengukur, dan menganalisa kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran-sasaran ini. Dengan tujuan utama mengurangi jumlah orang dengan pendapatan dibawah upah minimum regional antara tahun 1990 dan 2015, Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, pencapaiannya lintas provinsi tidak seimbang.
Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Walaupun mengalamai kendala, namun pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai sasaran-sasaran ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor. Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama dan implementasinya di masa depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian tukar guling hutang untuk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGs di daerah Asia dan Pasifik.

D.    Kontroversi Millennium Development Goals di Indonesia
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Sasaran Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Don K Marut Pemerintah Indonesia perlu menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk mendesak negara-negara Utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak bermanfaat untuk Indonesia. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai tujuan pencapaian MDG di tahun 2015 serta beban pembayaran utang diambil dari APBN di tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary consensus) untuk memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7 persen.

E.  Hasil Pencapaian Indonesian Millennium Development Goals
1.      Kemiskinan
Saat ini Indonesia memilih menetapkan ambang batas kemiskinan pada pendapatan 1 dollar AS per hari per orang. Dari hasil sensus penduduk, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 1990 15,1 persen (27,7juta orang). Tahun 2009, kemiskinan 14,15 persen (32,5juta orang). Tahun 2010 angka kemiskinan 13,33persen atau 31,02 juta penduduk miskin (BPS per Maret 2010). Dengan angka tersebut, maka kemiskinan hanya turun 1 persen selama periode 1990-2010.
Menurut Lembaga Demografi FE UI, selama hampir 20 tahun, presentasi penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan cenderung tidak berubah. Angka tersebut kalau standarnya 1 Dollar per hari. Tapi, kalau 1,5 Dollar per hari jumlahnya mencapai57 persen atau 66 persen atau lebih dari 100 juta per hari, kalau ukurannya 2 dollar per hari.
Kemiskinan seperti mata rantai yang sambung menyambung, salah satunya populasi penduduk yang kian bertambah, usia produktif dengan tingkat pendidikan yang rendah, penyediaan lapangan pekerjaan dan sebagainya. Para pengamat berpendapat, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi di Indonesia terjadi karena salah urus. Tata kelola pemerintahan yang tidak efektif dan efesien serta birokrasi yang korupi. Hal ini menghambat proses kemajuan.
2.      Pencapaian level pendidikan dasar universal
Tujuan kedua MDGS tentang pemerataan pendidikan dasar menargetkan pada tahun 2015 semua anak Indonesia, baik laki-laki maupun prempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar, tidak ada lagi yang putus sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah harus bekerja sama dengan seluruh masyarakat Indonesia berusaha agar tahun 2015 tidak ada lagi anak-anak Indonesia yang tidak mendapatkan pendidikan dasar.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah lama mencanangkan program pemerataan pendidikan. Program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun adalah salah satu bentuk usaha pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945. 
Program wajib belajar 9 tahun pada awalnya merupakan lanjutan dari program wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun (SD) pada tahun 1984. Kemudian pada tahun 1994 direvisi lagi menjadi program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SLTP). Hal ini berarti anak-anak usia 7 sampai 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti dan mendapatkan pendidikan dasar SD dan SLTP. 
Program Wajar 9 Tahun tersebut menjadi kekuatan bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan MDGs. Namun, angka anak putus sekolah setiap tahun mengalami peningkatan cukup signifikan. Berdasarkan data BKKBN dari 1,7 juta jiwa pada 1996 menjadi 11,7 juta jiwa pada 2009 lalu. Angka tersebut didominasi anak-anak usia 7-15 tahun yang rata-rata tidak dapat memenuhi kewajibannya melanjutkan pendidikan dasar sembilan tahun.
Data tersebut menunjukkan terdapat jalan terjal untuk memenuhi target MDGs tentang pemerataan pendidikan dasar. Dengan sisa waktu 5 tahun lagi (saat ini tahun 2010) pekerjaan ini akan menjadi berat jika tidak disikapi oleh segenap stake holder yang berkaitan dengan pencapaian program ini. 
Untuk itu perlu disusun upaya-upaya yang dapat dilakukan agar target pencapaian tersebut dapat terlaksana tepat waktu. Upaya-upaya tersebut dapat diurai dari apa saja penyebab yang membuat angka anak putus sekolah semakin tinggi. Salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah adalah tempat tinggal yang jauh dari fasilitas pendidikan. 
Anak-anak miskin dari pedesaan umumnya memiliki kesulitan untuk mendapat pendidikan dasar terutama anak-anak yang berusia 13-15 tahun. Setelah menamatkan Sekolah Dasar (SD) mereka dihadapkan pada pilihan berhenti sekolah karena jarak yang jauh atau membantu orang tua mencari nafkah. 
Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2009 sedikitnya terdapat 483 ribu anak usia SD tidak lagi meneruskan pendidikan. Di antara angka tersebut ada yang berhenti sebelum kelas 6 dan tidak melanjutkan ke tingkat SMP.
Salah satu cara untuk meredam tingginya angka putus sekolah dari tahun ke tahun adalah dengan pembangunan SLTP satu atap. Sebuah sekolah di mana SD dan SLTP memakai satu gedung sekolah. 
Cara ini akan menghemat biaya operasional dan dapat menjangkau daerah-daerah terpencil. Sekolah seperti ini sudah berjalan beberapa tahun terakhir. Namun, perlu ditingkatkan jumlah dan kualitas SDM pengelolanya.
Anak-anak yang sudah terlanjur putus sekolah harus segera diatasi dengan program paket A. Hanya saja jumlah anak yang bisa ditampung pada program paket A hanya 200 ribu orang anak. Dari 200 ribu daya tampung tersebut hanya mampu diisi oleh 100 ribu orang anak saja. 
Hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya adalah medan yang ditempuh oleh guru pendamping atau Tutor Paket A cukup berat. Pekerjaan menyisir anak-anak putus sekolah sampai ke pedalaman merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Belum lagi membujuk mereka agar mau mengikuti program penyetaraan pendidikan tersebut.
Untuk itu perlu kerja sama pemerintah daerah agar pencapaian pemerataan pendidikan ini dapat terlaksana dengan baik. Pemerintah daerah harus menyisir sampai ke daerah pelosok, mendata, dan mengajak anak-anak putus sekolah untuk kembali mengenyam pendidikan melalui program penyetaraan. 
Demikian juga dengan program penyetaraan pendidikan untuk tingkat SLTP, Paket B. Pemanfaatan kearifan lokal juga sangat diperlukan untuk membantu pencapaian target ini. Perlu dirangsang kembali semangat gotong royong masyarakat untuk membangun pendidikan, khususnya gedung sekolah dan sarana pendukung lainnya.
Di samping itu laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat harus disikapi dengan pembangunan infrastruktur pendidikan yang seimbang. Seluruh elemen bangsa harus ikut membantu pekerjaan berat tersebut termasuk pihak swasta. Di antaranya meningkatkan peran serta swasta untuk membantu pembangunan pendidikan terutama di daerah terpencil. 
Setiap perusahaan diwajibkan menyisihkan laba usahanya dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR). Salah satu bentuk program yang dapat dilakukan adalah membantu terselenggaranya pendidikan terutama di daerah terpencil.
Misalnya dengan memberikan insentif tambahan untuk guru-guru yang mengajar di daerah terpencil. Di samping itu pemberian bea siswa untuk anak-anak kurang mampu juga akan sangat membantu pencapaian target MDGs tentang pemerataan pendidikan dasar.
Jika pekerjaan ini sudah dipikul bersama oleh semua anak bangsa program pencapaian pemerataan pendidikan yang menjadi target MDGs pada tahun 2015 akan terasa lebih ringan. Dengan harapan rasa tanggung jawab bersama ini akan mempercepat pemenuhan target tersebut untuk Indonesia yang lebih baik.
3.      Kesetaraan Gender dan pemberdayaan perempuan
Pencapaian tujuan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan untuk Provinsi Kalimantan Barat ditunjukkan oleh indikator rasio APM murid perempuan terhadap laki-laki (P/L) SD/MI dan SLTP/MTs. Rasio APM P/L SD/MI pada tahun 1992 diketahui hanya 95,9. Angka ini kemudian meningkat menjadi 100,6 pada tahun 2006 dan berada di atas angka nasional yang besarnya 99,4. Sementara itu, rasio APM P/L SLTP/ MT/MTs Kalimantan Barat pada tahun 1992 hanya sebesar 92,0 dan menurun pada tahun 2006 menjadi 99,1. Angka ini berada di bawah angka nasional yang mencapai 100,0. Data tersebut menunjukkan bahwa partisipasi anak perempuan dalam pendidikan dasar di Kalimantan Barat telah menunjukkan perkembangan yang sangat baik untuk tingkat SD/MI, tetapi belum tampak dalam pendidikan setingkat SLTP/MTs. Selain itu, kesetaraan gender juga dapat ditunjukkan melalui indikator rasio rata-rata upah per bulan antara perempuan dan laki-laki. Pada bulan Februari 2007 rasio tersebut mencapai 80,5 dan berada di atas angka nasional yang sebesar 74,8. Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di provinsi ini sejauh ini termasuk dalam kategori baik.
4.      Mengurangi jumlah kematian anak
Tujuan keempat yakni menurunkan angka kematian anak ditunjukkan melalui AKB dan AKBA . Di Kalimantan Barat AKB pada tahun 2005 mencapai 30 jiwa per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih baik jika dibandingkan dengan angka nasional yang sebesar 32 jiwa. Sementara AKBA Kalimantan Barat pada tahun 2005 tercatat sebesar 37 per 1.000 kelahiran hidup, juga sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 40 jiwa per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
5.     Memerangi penyakit HIV/AIDS dan malaria serta penyakit lainnya
Indikator jumlah penderita AIDS dan kejadian malaria mengindikasikan pencapaian tujuan keenam yaitu memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya. Untuk Provinsi Kalimantan Barat, jumlah kasus AIDS pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu mencapai 553 orang, sementara kejadian malaria hanya 990 kejadian.
6.      Menjamin kelestarian lingkungan
Luas lahan kawasan hutan, akses air minum, dan sanitasi merupakan indikator pencapaian tujuan ketujuh yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Di Kalimantan Barat luas peruntukan kawasan hutan cenderung tetap sejak 2001 sampai 2005. Berdasarkan penafsiran dari pencitraan Satelit Landsat ETM 7+, luas penutupan lahan dalam kawasan hutan Kalimantan Barat sampai tahun 2005 mencapai 8,943 juta hektar. Dari luasan tersebut, 5,665 juta hektar merupakan hutan dan 3,257 juta hektar adalah non-hutan. Adapun sekitar 20 ribu hektar sisanya tidak terdata. Jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio luas daratan peruntukan kawasan hutan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sementara itu, terkait dengan masalah kesehatan lingkungan, rumah tangga yang memiliki akses terhadap air minum non-perpipaan terlindungi di provinsi ini pada tahun 2006 mencapai 55,1 persen, meningkat dari angka 48,3 persen pada tahun 1994 dan 51,8 persen tahun 2002. Persentase tahun 2006 tersebut masih berada di bawah angka nasional yang 57,2 persen.
7.      Meningkatnya kesehatan ibu
8.      Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan







BAB III
KESIMPULAN

Lahirnya Deklarasi Milenium merupakan buah perjuangan panjang negara-negara berkembang dan sebagian negara maju. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia, yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi, dan kebebasan fundamental dalam satu paket. Negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi MDGs. MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Walaupun mengalamai kendala, namun pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai sasaran-sasaran ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor. Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama dan implementasinya di masa depan.















DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Basri, Faisal.2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Indonesia. Jakarta: Erlangga.
hileud.com/bappenas-tiga-target-mdgs-indonesia-lampu-kuning.html
id.wahyu.com/millennium-development-goals.html
www.bappenas.go.id/upaya-pencapaian-millennium-development-goals- mdgs
www.scribd.com/Laporan-Pencapaian-Millennium-Development-Goals- Indonesia




Tidak ada komentar:

Posting Komentar